Tidak ada investasi masa depan yang mahapenting bagi bangsa di mana pun di dunia ini selain investasi anak-anak. Pantaslah bila banyak pemimpin dunia menyebutkan anak-anak ialah sumber daya paling berharga dan harapan terbaik untuk masa depan. Karena itu, amat mengherankan bila ada individu, kelompok, institusi, atau entitas bangsa yang tidak peduli dengan nasib anak-anak.
Bahkan, sangat aneh bila di antara mereka menutup mata akan kenyataan ribuan anak terancam kehilangan masa depan tersebab rupa-rupa bencana. Kekhawatiran seperti itu pula yang mestinya menggelayuti segenap anak bangsa ini saat menyaksikan ratusan ribu anak dan balita menjadi korban kejahatan orang-orang dewasa yang serakah membakar jutaan hektare hutan dan lahan demi menangguk keuntungan ekonomi.
Selama hampir empat bulan, anak-anak itu bukan cuma sesak napas akibat asap pembakaran hutan dan lahan. Masa depan mereka juga terancam. Hingga saat ini, bencana asap sudah menewaskan 16 orang, dengan mayoritas korban anak-anak di bawah lima tahun yang memang menjadi pihak paling rentan terpapar.
Dampak asap pada anak-anak amat mungkin akan mengganggu tumbuh kembang mereka kelak karena asap membuat daya tahan tubuh mereka menurun dan mudah terinfeksi penyakit. Dengan mengutip pernyataan anggota Departemen Bidang Pembinaan Anggota dan Organisasi Ikatan Dokter Indonesia M Yahya, harian ini menyebutkan partikel berbahaya pada asap seperti silika, alumina, oksida besi, dan timbel dikhawatirkan dapat memicu berbagai gangguan pada tubuh anak.
Tidak hanya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), tetapi juga gangguan lain seperti alzheimer dan parkinson yang dapat terjadi dalam beberapa tahun kemudian. Ahli lain berpendapat senada. Dalam jangka pendek, terhirupnya asap menimbulkan iritasi saluran pernapasan, kemudian meningkat ke ISPA. Dalam jangka panjang, asap dapat menimbulkan penurunan fungsi paru dan hipersensitif pada saluran pernapasan.
Bukan hanya itu, bagi perjalanan bangsa ini ke depan, bencana asap dalam jangka panjang bisa memengaruhi bonus demografi Indonesia. Kalau anak-anak bangsa terkena pengaruh negatif secara kesehatan, apalagi dalam jangka panjang, jelas itu akan berdampak pada kualitas mereka ketika tengah berada di usia produktif.
Jelas beragam peringatan yang disampaikan itu bukan untuk menakut-nakuti, melainkan berbasiskan kenyataan dan hasil penelitian. Karena itu, peringatan tersebut tidak boleh diremehkan dan harus direspons secara sangat cepat. Kita mendukung seruan Komisi Perlindungan Anak Indonesia agar bangsa ini segera membuat sebuah gerakan untuk menyelamatkan anak-anak dari serbuan asap akibat kebakaran hutan dan lahan.
Gerakan tersebut mesti bersifat masif, antarlini, dan terkoordinasi secara baik. Permintaan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise agar pihak-pihak terkait memiliki kebijakan nyata untuk melindungi balita, anak, dan perempuan hamil dari bahaya asap juga mesti segera direalisasikan di lapangan.
Ia mestinya menjadi gerakan yang berbasiskan kesadaran, bukan semata karena seruan. Tegakkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang bertujuan menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Bila negeri ini hendak menyongsong peradaban masa depan yang gemilang, tidak ada jalan lain kecuali melindungi anak-anak dari beragam bencana, bukan malah membiarkan mereka menjadi korban. Jika anak-anak masih saja terperangkap dalam penjajahan oleh orang-orang yang seharusnya melindungi mereka, tak layaklah negeri ini disebut merdeka.
(editorial MI)