KETEKUNAN DAN KREATIVITAS KUNCI ATASI ANAK PICKY EATER



ANAK yang pilih-pilih hanya mau makan makanan tertentu (picky eating), bahkan tidak mau makan sama sekali, kerap menjadi problem yang dialami banyak ibu. Termasuk artis Nagita Slavina, ibu dari Rafathar Malik Ahmad, anak balita berusia tiga tahun.

"Pernah Rafathar enggak mau makan sayur. Pernah juga dia enggak mau makan apa-apa, maunya minum susu terus," tuturnya saat hadir dalam talk show kesehatan anak sekaligus peluncuran Susu Curcuma Plus oleh Soho Global Health di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Awalnya, dia sempat panik karena khawatir asupan gizi Rafathar kurang. Namun, berkat konsultasi dengan dokter, sharing pengalaman dengan ibu-ibu lain, dan menambah pengetahuan melalui berbagai bacaan, perempuan yang akrab disapa Gigi itu bisa juga menyelesaikan masalah tersebut.

"Aku akalin, kalau Rafathar lagi enggak suka makan nasi, ganti dengan sumber karbohidrat lain, seperti kentang atau roti. Sayuran aku olah, campur dengan daging giling, atau diblender bikin smoothie bareng buah. Alhamdulillah bisa teratasi. Menurutku, kalau menghadapi anak picky eater yang penting kita tetap tenang dan kreatif dalam menyajikan makanan maupun membujuk si anak," tuturnya.

Selain itu, dalam memilih susu untuk Rafathar, Gigi kini mengandalkan susu yang mengandung temulawak. "Di Rafathar, susu dengan temulawak ini ngefek banget meningkatkan nafsu makannya, jadi membantu banget, termasuk dalam mengatasi saat-saat dia lagi susah makan atau picky eating," sambungnya.

Pada kesempatan sama, dokter spesialis anak Prof dr Rini Sekartini SpA(K) menjelaskan, problem anak picky eating umumnya disebabkan kurangnya variasi makanan anak. Anak tidak boleh memilih makanan yang disukai, suasana di rumah tidak menyenangkan, kurang perhatian orangtua, atau contoh yang kurang baik dari orangtua.

"Kalau anak tidak suka sayur, coba perhatikan apakah orangtua sehari-hari sudah gemar mengonsumsi sayur? Karena anak cenderung meniru kebiasaan orang sekitarnya," ujar Rini.

Salah kaprah

Terkait dengan upaya mengatasi picky eating, Rini menyebut banyak orangtua salah kaprah menyiasatinya dengan mengandalkan susu sebagai solusi. Anak diberi banyak susu dengan harapan kebutuhan gizinya tercukupi. Padahal, tegas Rini, susu sebetulnya hanya pelengkap.

Ia menjelaskan, susu memang kaya gizi, tapi kandungan zat besi di dalamnya biasanya kurang optimal. Dalam 1.000 cc susu hanya mengandung 0,5-2 mg zat besi, sedangkan bayi satu tahun saja butuh 6 gram zat besi setiap hari.

"Itulah mengapa sebaiknya orangtua tidak hanya mengandalkan susu untuk memenuhi kecukupan gizi anak. Pada usia balita, kebutuhan susu sekitar 500-600 cc per hari. Selebihnya, anak harus makan," tegas guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Dalam menghadapi anak picky eater, lanjutnya, orangtua harus tetap berusaha memenuhi kebutuhan gizi anak, yakni anak harus mengasup sumber karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan mineral.

"Di sinilah kreativitas orangtua diperlukan. Ganti jenis makanan yang tidak disukai anak dengan jenis lainnya. Misalnya, anak tidak suka ayam, biarkan dulu. Coba beri dia sumber protein lainnya, seperti daging, ikan, atau telur. Tapi usaha memberikan menu olahan ayam tetap harus dilakukan pelan-pelan. 


Demikian juga kalu anak lagi enggak suka nasi, beri sumber karbohidrat lain, misalnya kentang. Yang penting, menu makan anak harus mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral," papar Rini.

Pada kesempatan sama, psikolog anak Tari Sanjojo menyarankan orangtua untuk tidak panik menghadapi anak picky eater, tetapi juga tidak boleh menganggapnya sepele. Hal itu disebabkan, bila tidak diatasi dengan tepat, dapat menyebabkan anak menjadi malas makan dan pada kelanjutannya menyebabkan anak menjadi cepat lesu, tidak bersemangat, kurang konsentrasi, bahkan sakit.

"Yang terpenting, orangtua harus sabar, tekun, dan kreatif dalam mengolah dan menyajikan menu bervariasi serta menciptakan suasana menyenangkan saat makan. Penting juga bagi orangtua untuk menerapkan pola makan sehat agar bisa dicontoh anak," sarannya.

Langkah lain yang bisa membantu mengatasi picky eater ialah meningkatkan nafsu makan anak. Misalnya, menggunakan suplemen atau susu berkandungan temulawak, salah satu bahan herbal asli Indonesia yang sejak lama digunakan untuk meningkatkan nafsu makan. 

"Soho Global Health telah melakukan uji epigenetic untuk melihat dan menggali potensi-potensi temulawak," ujar VP Research & Development, Regulatory, & Medical Affairs Soho Global Health, Raphael Aswin Susilo.

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/CvHjRZ
*-*

SNACKING, CUKUPI GIZI SEKALIGUS LATIH KEMANDRIAN BAYI


ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) dalam jurnal Infant and Young Children Feeding (2009) menganjurkan konsumsi makanan selingan di antara makan utama (snacking) pada anak usia 9-23 bulan untuk membantu asupan nutrisinya. Namun rupanya, manfaat pemberian makanan selingan bukan sebatas memenuhi gizi. Snacking juga bermanfaat melatih kemampuan motorik dan kemandirian anak sejak dini.

“Snacking yang diterapkan pada anak mulai usia 10 bulan dapat mengasah kemampuan si kecil untuk belajar makan sendiri (self-feeding). Kegiatan self-feeding ini merupakan stimulus untuk perkembangan motorik halus anak," terang psikiater anak dr Tjhin Wiguna SpKJ(K), pada peluncuran snack bayi Cerelac NutriPuffs oleh Nestle Indonesia, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dengan belajar meraih makanan dan memasukkannya ke mulut, lanjut Tjhin, anak dapat menjadi lebih terampil dalam menggunakan tangannya. Keterampilan itu sangat penting untuk kemandirian makannya, juga untuk kegiatan positif lainnya kelak, seperti mewarnai, menggambar, bahkan menulis.

Tak hanya itu, menurut Tjhin, kegiatan snacking yang dilakukan dengan cara menyenangkan juga akan menciptakan interaksi positif dan menumbuhkan rasa saling percaya antara anak dan orangtua. 

“Anak yang punya rasa saling percaya dengan orangtuanya cenderung lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan lebih percaya diri," kata dokter konsultan kesehatan jiwa anak dan remaja itu.

Selain itu, sambungnya, snacking juga dapat menstimulasi perkembangan bahasa verbal dan nonverbal si kecil. "Caranya, orangtua atau pengasuh yang mendampingi anak saat snacking harus fokus, aktif merespons setiap pembicaraan atau perilaku anak. Termasuk memberi pujian ketika anak bisa makan dengan baik," jelasnya. 

Yang tidak kalah penting, sambung Tjhin, suasananya harus menyenangkan. Tidak boleh ada pemaksaan. "Anak tidak boleh dipaksa makan. Pemaksaan justru akan membuat anak trauma," tegasnya.

Ketika dalam sesi makan anak menolak, orangtua bisa mencoba membujuknya. Namun, jangan lebih dari 15 menit. "Kalau sudah 15 menit dibujuk anak tetap enggak mau, lewatkan. Nanti coba lagi di waktu makan berikutnya. 

Ketika anak lapar, akan lebih mudah membujuknya untuk makan." Karena itu, penting bagi orangtua menyusun dan menjalankan jadwal makan pada anak. "Jadwalkan makan utama tiga kali, dan snacking dua kali, di antara waktu makan utama," saran Tjhin.

Cegah malnutrisi
Pada kesempatan sama, Market Nutritionist PT Nestle Indonesia Eka Herdiana menuturkan bagaimana pemenuhan kebutuhan gizi sangat penting untuk mencegah berbagai permasalahan kesehatan. “Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi dari Departemen Kesehatan pada 2015, 3 dari 10 anak di Indonesia mengalami stunting (perawakan pendek) akibat malnutrisi. 

Selain itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, 28% anak Indonesia berusia 12-59 bulan mengalami anemia di usia dini akibat kekurangan zat besi. Hal ini menunjukkan pentingnya pemenuhan gizi di awal kehidupan. Jika tidak ditangani dengan baik, malnutrisi dapat mengganggu tumbuh kembang anak, termasuk kemampuan kognitifnya.”

Category Marketing Manager Infant Cereal & Baby Foods PT Nestle Indonesia Rendi Kusumo menambahkan, untuk membantu mengatasi permasalahan gizi pada anak, pihaknya berupaya menyediakan produk yang sesuai dengan kebutuhan bayi pada setiap periode tumbuh kembangnya. 

"Misalnya, dengan penambahan zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral, termasuk zat besi yang sangat penting bagi tumbuh kembang bayi dan anak," paparnya. (Nik/H-2)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/Xxdbya
****

PEMENUHAN GIZI DI SERIBU HARI PERTAMA

KURANGNYA asupan gizi akan berpotensi menurunkan capaian ketiga dimensi pembangunan manusia sekaligus, yakni kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya beli. Khususnya pada anak balita, kurangnya asupan gizi menyebabkan menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terserang penyakit. 

Kekurangan gizi juga akan mendistorsi tumbuh kembang mereka sehingga menyulitkan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk pe­nyiapan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Untuk itu, dalam rangka Hari Gizi Nasional yang diperingati setiap 25 Januari, kita kembali diingatkan pentingnya asupan gizi, terutama untuk balita.

Pemenuhan gizi pada 1.000 hari pertama dalam kehidupan diyakini sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Dokter spesialis gizi klinik dari Dapartemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Fiastuti Witjaksono mengatakan 1.000 hari pertama, yakni sejak masa awal dalam kandungan hingga anak berumur dua tahun. 

“Kekurangan zat gizi di 1.000 hari pertama kehidupan tidak hanya berdampak pada status gizi usia anak, tapi juga status gizi pada usia muda nantinya. Dampaknya tidak kelihatan dalam jangka pendek, tapi ketika besar dia berpotensi terkena berbagai penyakit,” ujarnya kepada Media Indonesia di Jakarta, selasa (24/1).

Berkaitan dengan itu, salah satu kebijakan nasional dalam menanggulangi permasalahan gizi di Indonesia ialah melalui perbaikan gizi yang fokus pada 1.000 hari pertama kehidupan. Gerakan itu mengedepankan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat dengan prioritas itu.

Sasaran yang ingin dicapai ialah menurunkan proporsi balita pendek atau stunting, tidak ada kenaikan proporsi anak dengan gizi berlebih ataupun kelebihan berat badan atau obesitas. Sasaran lainnya, menurunkan angka ibu usia subur yang menderita anemia dan meningkatkan persentase pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif. 

Direktur Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Doddy Izwardi mengatakan dalam upaya meningkatkan gizi masyarakat, pemerintah setiap tahun melakukan pemantauan status gizi secara berkala. Dengan pemantauan itu diharapkan, diperoleh informasi yang akurat untuk menentukan tindakan intervensi.

Dijelaskan Doddy, persentase balita dengan gizi buruk dan tumbuh pendek (stunting) mengalami penurunan. Penilaian status gizi pada 2015 menyebut 3,8% balita mengalami gizi buruk. Angka itu turun dari tahun sebelumnya, yakni 4,7%. Begitu pun angka stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar terakhir pada 2013, stunting di Indonesia mencapai 37,2%, perlahan menurun pada tahun berikutnya berdasarkan indikator kesehatan nasional angka stunting menjadi 33%. 

Pada 2015, dari hasil survei di 150 kabupaten/kota melalui pemantauan status gizi, angka ­stunting kembali turun jadi 28,9%. Menurutnya, terkait dengan status gizi, permasalahan yang dihadapi Indonesia ialah beban ganda malnutrisi atau double burden of malnutrition. Keadaan itu ialah di satu sisi masih terjadi kekurangan gizi serta gizi buruk, di sisi lain ada anak-anak yang menderita obesitas atau kegemukan.

Solusi menangani permasalahan gizi double burden of manutrition, tutur Doddy, melalui intervensi pemerintah dengan cara meningkatkan status gizi utamanya bagi balita, anak-anak, dan ibu hamil yang kekurangan energi kronis (KEK). “Dengan pemberian pendamping makanan tambahan (PMT) berupa biskuit,” ujar Doddy. 

Di sisi lain, untuk mengatasi permasalahan gizi, tidak cukup hanya dengan intervensi pemberian makanan tambahan, tetapi juga perlu didukung langkah lainnya, yakni gerakan masyarakat yang sadar gizi.

Untuk itu, perlu pendidikan mengenai gizi sejak dini pada ibu, anak, dan remaja putri pada saat memasuki usia pernikahan. Pendidikan gizi, ujar Doddy, berupa penyuluhan yang melibatkan kader-kader posyandu, kelompok masyarakat, serta petugas kesehatan. Itu dimulai dari pola konsumsi makanan beragam dan berimbang, perlunya pemantauan berat badan secara berkala, serta rutin melakukan aktivitas fisik untuk mencegah bertambahnya prevalensi anak dengan obesitas. 

Peneliti dari Departemen Ilmu Gizi Universitas Harvard Anuraj H Shankar mengakui pendidikan gizi melalui pendekatan keluarga dan masyarakat perlu dimaksimalkan.

Buah dan sayur

Sementara itu, Doddy mengakui gangguan gizi tidak hanya disebabkan kekurangan zat gizi makro seperti karbohidrat dan protein. Namun, juga bisa dikarenakan kekurangan gizi mikro seperti zat besi, vitamin, dan seng. Masyarakat Indonesia kurang memerhatikan asupan gizi mikro. Asupan gizi mikro banyak terdapat pada sayur dan buah. 

Namun, berdasarkan data Diretorat Gizi Masyarakat Kemenkes, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia untuk sayur dan buah, masih di bawah 10%. Oleh karena itu, dalam acara peringatan Hari Gizi Nasional ke-57 yang diselenggarakan besok, Kemenkes mendorong agar masyarakat rutin mengonsumsi sayur dan buah sebagai bagian dari program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. 

“Seperti kita ketahui, kekurang­an zat gizi mikro bisa berdampak pada tingginya prevalensi anemia, kekurangan vitamin A, ataupun zinc,” tukas Doddy. (S-1)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/qBxoUq
***


WASPADA OBESITAS PADA ANAK


OBESITAS atau Kelebihan berat badan berdampak buruk terhadap tumbuh kembang anak, terutama dalam aspek kesehatan fisik dan psikososial. Obesitas pada anak juga sangat berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa yang berpotensi menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama diabetes melitus bahkan kematian. 


Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, di Indonesia sebanyak 18,8% anak usia 5 tahun hingga 12 tahun mengalami kelebihan berat badan dan 10,8% menderita obesitas. Kondisi tersebut memprihatinkan. Dr Rita Ramayulis dari Tim Komite Ahli Pengendalian Obesitas Tingkat Nasional mengatakan, meski obesitas yang diderita anak mirip dengan orang dewasa, pengukuran obesitas untuk anak-anak harus juga mempertimbangkan faktor usianya sebab beda usia bulan saja, poin mereka berbeda.

Ia menyebutkan, pada penderita obesitas dewasa, penanganannya bisa dilakukan dengan langsung mengurangi makanan mereka. Namun, pada-anak-anak karena tengah dalam masa pertumbuhan, tidak bisa dilakukan dengan mengurangi makanan atau menghentikannya. "Orangtua perlu melakukan 3M (move, model, dan meet) sebagai pendekatan pada anak dalam membatasi asupan makanannya," kata Rita, baru-baru ini. 

Ciri-ciri gejala klinis fisik obesitas pada anak, ujarnya, lemaknya terus bertambah sehingga bentuk pipinya menjadi gembil. Wajahnya juga membulat dan memiliki dagu dobel. Selain itu, perutnya membuncit, dan pada saat duduk akan terlihat ada lipatannya. Kemudian, ketika berjalan, paha kanan dan kiri akan bergesekan dan lama-kelamaan akan menghitam.

Menurut Rita, obesitas pada anak laki-laki akan terlihat di bagian dada atau payudaranya yang membesar. Selain itu, ukuran penisnya terlihat mengecil karena timbunan lemak yang membuat daerah kemaluan merapat, sedangkan pada anak perempuan, obesitas bisa menyebabkan menstruasi yang lebih awal, yakni pada usia sembilan tahun. 

Untuk mengantisipasi terjadinya obesitas pada anak, Rita menganjurkan kepada orangtua agar mengenalkan anak pada sayuran sejak dini sehingga mereka terbiasa menyukai mengonsumsi sayuran sampai kelak dewasa.

Ia juga menganjurkan pengaturan pola makan, yakni dengan cara mengurangi makananan yang digoreng dan menggantinya dengan makanan yang diolah tanpa minyak atau mengandung sedikit minyak. Para orangtua sebaiknya memilih protein rendah lemak untuk anak-anak dan tidak mengonsumsi protein tinggi lemak. 

Selain itu, mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang manis, mengurangi takaran gula dalam makan dan minum, sekaligus membiasakan mengonsumsi buah untuk mengganti rasa manis. "Setiap makan usahakan ada sayur dan buah. Utamakan memilih buah untuk makan selingan. Buah dalam keadaan utuh sangat dianjurkan dan tidak menambahkan gula pada jus," ujar Rita.

Olahraga

Sementara itu, dr Michael Triangto SpKO menganjurkan, untuk mencegah obesitas pada anak dengan memberikan keterampilan dasar olahraga sejak dini. Namun, Olahraga yang dilakukan tidak sampai berlebihan karena dapat meningkatkan kontra produktif, yakni terlalu lapar. "Aktivitas fisik untuk menurunkan berat badan tidak harus berat, tidak membayar, dan pastikan dapat dilakukan di mana saja," katanya. 

Aktivitas aerobik dan latihan beban dapat meningkatkan jumlah dan fungsi mitochondria. Namun, dalam berolahraga juga harus selalu menyesuaikan tingkat kemampuan dan kesehatan individu agar tidak terlalu berat dan kesulitan. "Bila terlalu lapar, pola makan menjadi tidak teratur," Ujar Michael. (*/H-2)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/veZ6FH
**


KURANG SAYUR DAN BUAH, BISA JUGA BIKIN ANAK JADI REWEL


ANAK Anda sering rewel dan kesal? Coba teliti lagi menu makannya. Sudahkah kebutuhan sayur dan buahnya terpenuhi? "Buah dan sayur penting bagi anak-anak. Bukan hanya dapat menyehatkan fungsi pencernaan anak-anak, tapi juga membuat mereka lebih ceria," ujar dokter konsultan gastrohepatologi anak, Frieda Handayani Kawanti, dalam peluncuran program PAUD Healthy Eating Habit SGM Eksplor yang diselenggarakan Sarihusada di Jakarta, awal bulan ini.

Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Evasari, Jakarta, itu menjelaskan serat yang terkandung dalam buah dan sayur terdiri dari serat yang larut dalam air dan serat yang tidak larut dalam air. Saat dikonsumsi, keduanya akan masuk dalam usus lalu difermentasi bakteri dan menghasilkan asam lemak rantai pendek.

Asam lemak tersebut ada bermacam-macam, yang paling esensial ialah asam butirat. Asam butirat itu lalu diserap usus dan beredar dalam sirkulasi darah lalu mencapai berbagai organ, termasuk otak. "Konsentrasi tinggi asam butirat di otak kita dapat memicu keluarnya hormon serotonin. Hormon serotonin merupakan hormon yang memicu perasaan senang," paparnya.

Jadi, apabila anak-anak sering marah-marah, dia mengimbau pada orang agar memperhatikan apakah asupan makanan pada anak, termasuk buah dan sayur, sudah cukup diberikan. Dikatakan Frieda, anak usia 3-6 tahun membutuhkan 300-400 gram sayur dan buah yang terbagi dalam tiga kali jadwal makan. 


"Untuk anak-anak dibutuhkan 2-3 porsi buah sehari, ukurannya setengah potong buah. Untuk sayur, satu kali makan ukurannya seperempat mangkuk. Itu untuk memenuhi kebutuhan serat bagi anak-anak, yaitu 19-25 gram sehari," ucapnya.

Frieda menambahkan, kebiasaan makan sayur dan buah harus diterapkan sejak dini pada anak-anak. Penerapan pola makan sehat pada anak idealnya sudah dilakukan di usia 3-6 tahun. Sesuai dengan masa perkembangan anak, pada usia tersebut mereka tengah mengalami pematangan dalam konsep, bentuk, dan warna. 

Mereka akan sangat senang mengeksplorasi sehingga lebih mudah diperkenalkan dengan berbagai macam sayuran dan buah-buahan. "Anak harus terus menerus diedukasi dan berulang-ulang," imbuhnya.

Jangan dipaksa

Namun, kerap terjadi, anak cenderung enggan makan buah dan sayur. Menurut psikolog Anna Surti Ariani, bisa saja hal itu terjadi karena trauma akibat dipaksa makan. "Penting bagi orangtua untuk memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan cara pemberian makanan yang tepat bagi anak sehingga makan sayur dan buah menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi anak," kata dia.

Pada kesempatan sama, Brand Manager of SGM Eksplor Buah & Sayur, Diana Beauty, mengungkapkan pihaknya turut berupaya mengatasi permasalahan tersebut melalui program PAUD Healthy Eating Habit yang sudah dilakukan sejak tahun lalu. 

"Melalui program yang melibatkan 10 institusi pendidikan anak usia dini (PAUD) ini kami berupaya memperkenalkan dan meningkatkan kesukaan anak-anak terhadap buah dan sayur melalui cara yang menyenangkan," ujarnya. (Ind/H-3)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/GCkUDJ
***

AGAR RAMBUT SIKECIL TUMBUH SEHAT


BERMAIN merupakan sarana belajar yang utama bagi anak. Ketika anak aktif bergerak saat bermain, berbagai keuntungan akan didapat, antara lain fisik jadi lebih kuat, kemampuan motorik lebih terlatih, interaksi dengan teman pun akan terbangun. Satu hal yang perlu diperhatikan, ketika anak aktif bergerak, mereka cenderung berkeringat. Karena itu, menjaga kebersihan harus diutamakan. Jika tidak, bisa timbul masalah kulit dan rambut yang akan mengganggu kenyamanan anak. 


Umumnya, memandikan anak dua kali sehari sudah biasa dilakukan para orangtua, terutama ibu, untuk menjaga kebersihan tubuh anak. Namun kadang, ritual tersebut tidak disertai dengan mengeramasi rambut si buah hati.

"Padahal, keramas rutin setiap hari penting bagi bayi dan anak-anak. Sebab, aktivitas yang tinggi membuat mereka berkeringat, terutama di bagian kepala. Apalagi, untuk kita yang tinggal di daerah tropis," ujar dokter sepsialis anak, Margareta Komalasari, pada acara Keramas Ceria yang digelar My Baby Shampoo Black & Shine di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Ia menjelaskan, bayi sekalipun butuh keramas setiap hari sebab tingkat metabolismenya yang tinggi membuat mereka mudah berkeringat, meski mereka belum bisa berjalan. "Lihat saja ketika bayi menyusu, sering berkeringat, terutama di bagian kepala," kata dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Pusat Pertamina dan Brawijaya Women & Children Hospital, Jakarta, itu.

Jika tidak dikeramasi, rambut dan kepala anak akan berbau tak sedap. Bau itu muncul karena endapan keringat yang mengering menumpuk di kulit kepala. "Akibatnya bukan cuma itu, tumpukan keringat kering dan kotoran di kepala juga akan merusak akar rambut. Akibatnya, rambut tidak bisa tumbuh sehat, tipis, dan kusut. Kulit kepala pun mudah timbul kerak, " jelas Margareta.

Ia menampik anggapan bahwa keramas setiap hari terlalu berlebihan bagi anak. Sebaliknya, keramas setiap hari memang diperlukan untuk menjaga kebersihan rambut anak. "Di sinilah pentingnya memilih produk sampo anak yang aman dan efektif. Pilih yang memiliki tanda registrasi Kemenkes, tidak pedih di mata agar anak tetap nyaman saat keramas, menggunakan bahan-bahan alami, dan teruji klinis," katanya. 

Adapun cara keramas yang dianjurkan ialah dengan pijatan lembut di kulit kepala untuk memperlancar peredaran darah sehingga akar rambut bisa menerima nutrisi dengan baik dan rambut menjadi lebih sehat.

Pererat bonding

Pada kesempatan sama, Brand Development Manager My Baby Selva Marsentiani menjelaskan, berdasarkan hasil survei konsumen di awal 2017 yang dilakukan My Baby pada para ibu di seluruh Indonesia diketahui bahwa rambut tipis dan cepat bau menjadi permasalahan utama yang paling sering dialami bayi dan anak dengan persentase 61% dan 47%. “Melalui kegiatan ini kami ingin mengajak para ibu untuk mengetahui informasi seputar rambut dan kulit kepala bayi sehingga dapat memberikan perawatan yang tepat,” jelas Selva.

Pada kesempatan itu ia juga menjelaskan ragam bahan alami yang bermanfaat untuk rambut, antara lain kemiri yang mengandung asam linolenat dan linoleat, bagian dari omega 3. "Dengan kandungannya itu, kemiri berguna untuk merangsang pertumbuhan rambut. Lalu, alpukat yang mengandung asam folat dan omega 3 juga bermanfaat untuk pertumbuhan rambut, melembapkan, dan memberikan kilau alami rambut bayi.”

Artis Astrid Tiar, 30, yang juga hadir dalam acara itu mengungkapkan pengalamannya dalam merawat rambut putrinya, Annabel yang berusia 4 tahun. Menurutnya, ia mengutamakan produk sampo berbahan alami dan teruji klinis untuk menjamin keamanan dan efektivitasnya. 

“Bagi saya kegiatan keramas yang dilakukan setiap hari tidak hanya dapat merawat penampilan anak, tetapi juga sekaligus mempererat bonding, ikatan batin antara ibu dan anak," pungkasnya. (Nik/H-2)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/zRiz8P
***

ANAK TERLAMBAT BICARA, TANGANI SEGERA


ANAK usia satu tahun seharusnya sudah bisa mengucap setidaknya satu kata. Kata yang dimaksud bukan yang berbentuk pengulangan seperti mama atau papa. Selanjutnya, setiap bulan kosa kata anak akan bertambah minimal satu kata. Hingga di usia dua tahun, normalnya anak sudah bisa menyusun kalimat yang minimal terdiri dari dua kata. 


Jika di usia tersebut anak belum mampu menunjukkan kemampuan berbicara seperti itu, sebaiknya periksakan segera ke psikiater anak. Jangan menunda-nunda. Siapa tahu, keterlambatan bicara yang dialami anak merupakan gejala dari gangguan serius seperti autisme dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

"Masih ada orangtua yang berpendapat, 'Ah, biarin saja nanti lama-lama juga bisa ngomong sendiri'. Itu tidak sepenuhnya benar. Harus diingat bahwa setiap perkembangan anak ada periodenya yang bila terlewatkan sulit untuk dikejar kembali. Pun demikian dengan perkembangan kemampuan bicaranya," ujar psikiater anak dan remaja dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI)-Puri Indah Jakarta, Gitayanti Hadisukanto, dalam diskusi media di Jakarta beberapa waktu lalu. 

Ia menjelaskan, setiap perkembangan kemampuan anak akan diiringi dengan pembentukan sinaps atau sirkuit di otak. "Makin banyak stimulasi diberikan pada anak, makin banyak sinaps yang terbentuk. Setelah anak berusia tiga tahun, akselerasi pembentukan sinaps akan menurun. Setelah anak berusia 6 tahun, grafiknya relatif flat. Jadi, kalau di usia 6-7 tahun anak masih belum bisa bicara, sulit untuk diterapi," jelasnya.

Ia mengungkapkan, keterlambatan bicara pada anak ada beberapa jenis, antara lain gangguan berbahasa ekspresif. Anak yang mengalami gangguan itu memahami perkataan orang lain tapi sulit berbicara. Mereka sulit mengekspresikan keinginan atau maksud hati dengan kata-kata. 

Selain itu, ada pula gangguan berbahasa reseptif, yakni kesulitan dalam memahami perkataan orang lain. Umumnya, kemampuan berbahasa ekspresifnya juga terganggu. Menurut Gitayanti, kedua jenis gangguan tersebut bisa muncul karena anak kurang mendapat stimulasi bicara. "Sejak janin berusia 7 bulan, ia sudah bisa mendengar. Orangtua sebaiknya mulai mengajaknya ngobrol," katanya.

Stimulasi dengan obrolan itu perlu diteruskan hingga bayi lahir. Selanjutnya, ketika anak sudah bisa bermain, stimulasi bisa diberikan lewat obrolan dalam permainan. "Orangtua perlu terlibat dalam permainan, bukan sekadar menemani anak bermain," imbuhnya. 

Gangguan berbahasa ekspresif dan reseptif, lanjut Gitayanti, bisa diatasi dengan terapi wicara. Namun, jika gangguan tersebut ternyata merupakan gejala dari autisme atau ADHD, terapi wicara saja tidak cukup. 

Diperlukan terapi lain, termasuk obat-obatan. "Jadi, jika anak terlambat bicara sebaiknya periksakan untuk memastikan penyebabnya. Semakin dini diterapi, hasilnya semakin baik," tutup Gitayanti. (Nik/H-2)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/UokkW2
***

MEMILIH SUSU TERBAIK UNTUK ANAK



PEMBERIAN susu masih menjadi pilihan bagi sebagian ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Karena ada beragam jenis susu, ibu harus memilih yang paling tepat dengan kebutuhan anak. Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, Ariani Dewi Widodo, menjelaskan pemberian susu tambahan boleh diberikan selepas masa ASI eksklusif, yakni setelah bayi berusia 6 bulan saat bayi perlu mendapat makanan pendamping ASI (MPASI). 


“Setelah lepas dari ASI eks­klusif, pemberian susu sebagai tambahan makanan boleh diberikan jika diperlukan,” ujarnya dalam acara diskusi bertajuk Mengenal Varian Susu untuk Tumbuh Kembang Anak, di Jakarta, Senin (14/8).

Susu, lanjutnya, mengandung komponen nutrisi yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan anak karena mengandung berbagai zat gizi penting. Susu bukan hanya untuk pertumbuhan, melainkan juga mengandung banyak mikronutrien yang penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak.  
“Susu kaya akan kalsium, magnesium, selenium, riboflavin (vitamin B2), vitamin B12, dan asam pantotenat (vitamin B5)”. 

Terkait dengan pilihan jenis susu, gaya hidup alami menjadikan orangtua terdorong untuk memberikan susu segar pada anak-anak. Namun, Ariani tidak menganjurkan susu segar diberikan kepada anak, apalagi bayi. Itu karena susu sapi segar tidak mengalami proses sterilisasi sempurna sehingga berpotensi menyisakan bakteri-bakteri berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit. 

“Susu segar juga tidak mengandung cukup zat besi dan asam folat yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah. Pada bayi zat besi sangat penting untuk pembentukan sel-sel otak,” kata Ariani.

Pada kesempatan sama, dosen teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor, Dede R Adawiyah, menambahkan susu segar memang memiliki kandungan gizi lengkap, termasuk enzim-enzim penyerta di dalamnya. Namun, kadar airnya sangat tinggi sehingga sangat mudah rusak. Daya simpannya hanya kurang dari satu hari pada suhu ruang. Hal itu menjadikan susu segar sangat berisiko jika diberikan kepada anak apalagi bayi.

Pilihan produk susu yang sesuai dan aman untuk anak ialah susu yang sudah mengalami proses sterilisasi dengan penambahan zat gizi (fortifikasi zat gizi), yaitu susu bubuk. “Susu bubuk lebih mudah diberikan kepada anak dan sangat aman.” Susu bubuk, lanjutnya, juga memiliki keuntungan yakni tingkat keawetannya cukup tinggi dan dapat diformulasi sesuai kebutuhan gizi.

“Misalnya ditambahkan serat, prebiotik, dan lain-lain. Susu bubuk awet karena kadar airnya sudah sangat turun. Satu lagi, untuk susu pertumbuhan anak, umumnya prosedur pembuatannya memiliki standar keamanan yang sangat ketat,” jelas Dede.

Susu kental manis

Bagaimana dengan susu kental manis? Menurut Ariani maupun Dede, susu kental manis bukan masuk kategori susu pertumbuhan, melain­kan susu untuk penambah rasa makanan. Dede menjelaskan susu kental manis dibuat dari susu biasa yang dilakukan penguap­an sampai menjadi padat. 

Setelah itu untuk mengganti kadar air yang diuapkan, digantikan dengan gula sampai 40%-45%. Fungsi gula ialah sebagai pengental dan pengawet sehingga susu kental manis dapat bertahan sampai satu tahun. Susu kental manis seharusnya hanya diperuntukkan tambah­an makanan, bukan untuk anak-anak.

“Gula lebih berbahaya daripada lemak untuk konsumsi anak-anak. Di masa pertumbuhan, lemak penting untuk pertumbuhan otak. Sebaliknya efek samping gula dalam jangka panjang sangat jahat. Memicu berbagai gangguan seperti kegemukan dan diabetes di kemudian hari,” kata Ariani. (*/H-3)

Sumber: Media Indonesia
***

BAYI PREMATUR CENDERUNG ALAMI GANGGUAN BAHASA DI USIA DINI


SEBUAH studi menemukan bahwa bayi prematur kemungkinan mengalami masalah dalam kemampuan bahasa di awal perkembangannya karena perubahan bagian penting dalam pendengaran di otak, terutama dalam mengenali suara.

Umumnya, bagian pendengaran dalam tubuh berkembang 15 minggu sebelum kelahiran, sehingga membuat bayi sensitif terhadap kemampuan berkata dan bahasa saat masih menjadi janin.

Sebuah penelitian dari University of Illinois menyebutkan bahwa gangguan perkembangan pada korteks pendengaran dapat menyebabkan kerusakan dalam hal berbicara dan bahasa pada usia 2 tahun.

Tim penelitian berfokus pada korteks utama pendengaran, yang merupakan area kortikal pertama untuk menerima sinyal suara dari telinga melalui bagian lain otak, yang memiliki peran penting dalam memproses rangsangan.

Analisis tersebut menemukan bahwa korteks pendengaran utama berkembang lebih dini namun lebih lambat dibandingkan korteks pendengaran yang tak utama, sehingga mengubah periode kehamilan khas pada 10 minggu terakhir.

Perbedaan perkembangan pada korteks pendengaran non utama pada bayi prematur berhubungan dengan penurunan kemampuan berbahasa ekspresif, seperti isyarat dan kosa kata, pada pemeriksaan lanjutan di usia 2 tahun.

"Kami memiliki pengertian terbatas tentang bagaimana perkembangan otak pendengaran pada bayi prematur," ujar pemimpin studi Brian Monson.

"Kami tahu dari penelitian sebelumnya vahwa bayi yang berusia normal tak hanya mendengar, namun juga menyimak dam memelajari dalam janin," tambah Monson.

Studi yang dipublikasi dalam jurnal eNouro tersebut memeriksa 90 bayi prematur yang lahir sekitar 30 minggu dan 15 bayi dengan kelahiran jangka waktu normal.

Tim tersebut menggunakan penggambaran neuro yang menyebar untuk memelajari perkembangan korteks pendengaran pada otak bayi.

"Teknik ini mengukur pernyebaran dari air dalam jaringan otak, sehingga dapat mengungkapkan banyak hal tentang perkembangan neuron dan axon," tambahnya.

Menurutnya, hasil penelitian ini menarik karena teknik tersebut dapat membantu memelajari teknik perkembangan bahasa pada bayi prematur kelak. (OL-8)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/FXwTsU
***

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat Berita lainnya