Lima seri buku bacaan untuk anak-anak usia dini dan taman kanak-kanak itu tidak begitu tebal.
Buku dengan latar warna kuning (jilid 1), merah (jilid 2), biru (jilid 3), hijau (jilid 4), dan pink (jilid 5) itu tiap-tiap seri hanya setebal 52 halaman. Namun, kendati tipis, buku berjudul Anak Islam Suka Membaca karangan Nurani Musta'in yang diterbitkan Pustaka Amanah, Surakarta, Jawa Tengah, itu membuat geger dunia pendidikan di seantero Tanah Air.
Musababnya, dalam buku itu terdapat sejumlah kata bernuansa radikalisme. Pada jilid 3, misalnya, disebutkan sejumlah kata seperti 'Bila agama kita dihina, kita tiada rela, lelaki bela agama, wanita bela agama, kita semua bela agama, kita selalu sedia jaga agama kita demi Ilahi semata'. Kalimat tersebut dimuat di halaman 27.
Di jilid 4 buku tersebut juga dimuat kata 'jihad' (halaman 5), 'bom' (halaman 12), 'kafi r' (ha laman 15), dan 'berjihad di jalan dakwah' (halaman 20). Selain itu, ada katakata 'sahid di medan jihad', 'gegana ada di mana', 'basoka dibawa lari', serta 'bahaya sabotase'.
Dalam laporannya kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Rabu (20/1), pengurus Gerakan Pemuda Ansor mencatat terdapat 32 ujaran berbau radikalisme dalam buku tersebut. Aktivis GP Ansor menemukan peredaran buku ajaran membaca itu di Depok, Jawa Barat. Satu hari pascatemuan, Ditjen PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud mengeluarkan surat Nomor 109/C.C2/DU/2016 yang melarang peredaran buku yang terbit sejak 1999 itu.
Surat edaran larangan atas buku yang telah memasuki edisi cetak ulang ke-167 tersebut ditandatangani Dirjen PAUD dan Pendidikan Masyarakat Harris Iskandar. Melalui media sosial, penulis buku Nurani Musta'in membantah mengajarkan radikalisme.
'Kami mengabarkan dan menegaskan bahwa akidah yang kami yakini dan selalu kami ajarkan kepada putra putri kami dan anak didik kami bahwa terorisme adalah perkara mungkar yang tidak dibenarkan oleh agama', tulis mereka dalam bantahan itu. Tim khusus Anggota Komisi X DPR Asy Narang meminta Kemendikbud membentuk tim khusus pengawas efektivitas larangan buku di daerah.
"Pusat harus turun langsung. Jika tidak, di lapangan tidak jalan," ujarnya, kemarin. Menurut dia, seharusnya pemerintah daerah mengawasi tiap buku yang beredar di sekolah ataupun di masyarakat. "Namun, kebanyakan tidak jalan." Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti setuju dengan ide membentuk tim khusus itu.
"Tim harus melibatkan para ahli agama dan pendidikan," ujar Abdul Mu'ti, kemarin. Selain itu, buku-buku yang beredar perlu dikaji ulang oleh ahli yang tidak hanya memahami ajar an agama dan pendidikan, tetapi juga memahami gerakan ke agamaan klasik dan kontemporer.
"Muhammadiyah siap membantu menanamkan sikap moderat di kalangan anggota dan generasi muda." Dirjen PAUD dan Pendidikan Masyarakat Harris Iskandar menambahkan orangtua harus ikut dalam pengawasan sebagai pencegahan agar anak terhindar dari konten radikalisme.
"Jangan hanya menyerahkan ke sekolah dan satuan pendidikan. Mohon ikut memeriksa apa isi buku pelajaran anak dan ikut mengawasi pengajaran yang dilakukan suatu sekolah," ujar Harris saat dihubungi, kemarin.
Sekjen PBNU Marsudi juga mengimbau orangtua berhati-hati memilih bacaan bagi anak-anak mereka. "Orangtua dan guru seharusnya tahu materi apa yang diajarkan kepada anak. Langkah pemerintah mengeluarkan edaran sudah benar. Tinggal orangtua dan guru jangan lalai." (Try/X-3)
Sumber: Media Indonesia