KAJI MATANG PERUBAHAN SISTEM PENDIDIKAN

Wacana perombakan porsi pendidikan bagi sekolah dasar dan menengah dianggap sebagai hal yang akan berdampak baik bagi sistem pembelajaran siswa. Namun, hal tersebut juga harus dilakukan dengan persiapan matang dan terlebih dahulu melalui kajian yang mendalam.

Pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan jumlah mata pelajaran di SD dan SMP selama ini memang cenderung terlalu banyak. Hal itu berpotensi membebani siswa. Wacana perombakan porsi mata pelajaran menjadi salah satu yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

“Pemerintah, kalau memang mau melakukan perombakan, juga harus terlebih dulu mengkaji dampak dan model alternatif yang akan diterapkan nantinya,” ujar Doni.

Dikatakan Doni, alternatif yang dipilih nantinya harus membuat proses pembelajaran menjadi lebih sesuai dengan tahap perkembangan anak. Selama ini, kurikulum SD dan SMP banyak mengandung ilmu pengetahuan yang tidak sesuai dengan tahapan pengetahuan yang seharusnya diberi seusai sekolah dasar dan menengah.

“Selain itu, kalau mata pelajaran dikurangi, juga perlu dikaji bagaimana dengan solusi para guru. Kalau ini berlaku jangka panjang, perlu dikaji kebijakan kurikulum di LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) universitas,” ungkap Doni.

Selain itu, dikatakan Doni, mengurangi jumlah mata pelajaran butuh analisis kompleksitas. Pengurangan mata pelajaran harus diimbangi dengan konsep pembentukan karakter yang jelas.

“Perubahan besar seperti ini membutuhkan persiapan dan analisis yang menyeluruh, dilakukan objektif dan terbuka,” ungkap Doni.

Perombakan besar
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan Presiden Jokowi menghendaki adanya perombakan besar-besaran di bidang pendidikan. Hal itu dikemukakan Muhadjir dalam acara penganugerahan Kawastara Prawita kepada pemerintah daerah dan yayasan yang memiliki komitmen tinggi menyelenggarakan Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (PPCKS) di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (15/10).

Menurut Muhadjir, Presiden Jokowi mengamanatkan kepadanya untuk membangun pendidikan yang kuat dan berkarakter. Pembangunan karakter itu difokuskan pada jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama

“Kalau memungkinkan, nanti pelajaran di SD dan SMP akan dikurangi. Sekarang sedang dikaji,” katanya.

Sesuai platform Nawa Cita, lanjut Muhadjir, porsi pelajaran pada jenjang SD sebesar 30%, sisanya untuk pendidikan karakter. Untuk SMP, pelajaran 40% dan 60% pendidikan karakter. Pendidikan karakter tersebut, menurutnya, dalam pelaksanaannya tidak perlu diseragamkan karena yang ditekankan di sini ialah membangkitkan kearifan lokal sehingga bentuk pendidikan karakter di setiap daerah akan berbeda-beda.

Dalam kesempatan itu, Muhadjir juga mengemukakan wacana untuk mewajibkan para guru berada di sekolah selama jam kerja. Utamanya para guru yang sudah berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan swasta yang sudah mendapatkan tunjangan profesi.

Muhadjir menegaskan para guru tidak boleh lagi menyuruh anak-anak kembali ke sekolah setelah pulang sekolah. Itu supaya anak-anak bisa menik-mati waktu bersama keluarga mereka. “Belajar harus tuntas di sekolah. Jangan ada lagi guru yang mewajibkan les kepada muridnya.” (FR/H-2)

Penulis: Putri Rosmalia OctaviyanI
Sumber : Media Indonesia
Share this article :

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat Berita lainnya