STUNTING TURUNKAN KECERDASAN ANAK


ANAK stunting atau berperawakan pendek karena kurang gizi kronis (menahun) tidak hanya rentan mengalami gangguan kesehatan fisik bahkan hingga dewasa kelak. Tingkat kecerdasannya juga kurang karena pada masa tumbuh kembangnya otak tidak mendapatkan asupan gizi maksimal. Karena itulah, stunting harus dicegah dan ditangani dengan serius.

"Stunting bisa terjadi karena asupan nutrisinya tidak cukup, atau karena kebutuhannya meningkat, misalnya, karena anak sering sakit. Yang kita khawatirkan adalah korelasinya dengan risiko retardasi mental," jelas Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik dr Damayanti Rusli Sjarif SpA(K), dalam diskusi bertajuk Milk Versation Hari Gizi Nasional: Investasi Pangan Hewani, Stunting, dan Upaya Selamatkan Generasi Mendatang yang digelar Frisian Flag Indonesia (FFI) di Jakarta, pekan lalu.

Damayanti menjelaskan, persoalan stunting di Indonesia sudah terjadi sejak 40-50 tahun lalu. Di beberapa daerah, bahkan ada kasus stunting yang mengenai tiga generasi, dari kakek/nenek, bapak/ibu, hingga anak.

Stunting, lanjut Damayanti, selalu dimulai dari penurunan berat badan atau weight faltering akibat asupan nutrisi yang kurang. "Saat BB mulai turun, anak tidak langsung jadi pendek. Terjadi penurunan fungsi kognitif dulu, baru stunting," paparnya.

Pasalnya, pada anak dengan BB <10 kg, sebanyak 50-60% energi dipakai untuk perkembangan otak. Bila asupan nutrisinya kurang, otak yang akan dikorbankan terlebih dulu. Anak yang 'baru' mengalami weight faltering saja bisa mengalami penurunan IQ hingga 3 poin.

"Bisa dibayangkan betapa banyak penurunan IQ yang mungkin muncul bila anak sampai stunting," imbuh dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu.

Otak dan sinaps-sinapsnya (percabangan sel-sel otak) berkembang pesat selama 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak dalam kandungan hingga berusia dua tahun. "Pada masa ini anak tidak boleh kekurangan nutrisi sama sekali karena dampaknya irreversible (tidak bisa diperbaiki)," tegas Damayanti.

Selain fungsi kognitif, lanjutnya, pembakaran lemak pun terganggu sehingga ketika anak diberi makan banyak, mudah terjadi obesitas. "Bila ditelusuri, orang yang sekarang mengalami penyakit degeneratif mungkin dulunya stunting."

Untuk menilai apakah seorang anak stunting atau tidak, tinggi badan dan berat badan harus dikur dengan benar. Selanjutnya, nilai tinggi badan dan berat badan diplot ke grafik pertumbuhan anak. Dari situ, akan terlihat apakah pertumbuhan anak masuk kategori normal atau tidak. Bila dicurigai stunting, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen tangan untuk memastikan diagnosis.

Terkait dengan pencegahan, Damayanti mengingatkan pentingnya kecukupan karbohidrat, protein, dan lemak pada anak. Jadi, selepas ASI eksklusif 6 bulan, anak perlu diberi makanan pendamping ASI (Mpasi). Komposisi Mpasi idealnya menyerupai komposisi ASI, yakni mengandung karbohidrat, lemak, dan protein.

"Jangan takut memberikan lemak pada si kecil karena zat ini sangat penting bagi otaknya. Asupan protein utamakan hewani karena dalam ASI, komposisi protein hewani lebih banyak. Kandungan asam amino pada protein hewani lengkap," pesan Damayanti pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Ia mengkritisi tren pemberian puree sayur dan buah atau tepung-tepung organik berbasis nabati pada bayi. Menurutnya, makanan dengan bahan tunggal seperti itu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi anak. "Boleh saja memberikan puree buah dan sayur, tapi harus disertai protein hewani."

Menurutnya, susu dan telur merupakan sumber protein hewani yang paling baik. Diikuti dengan produk susu, unggas, ikan, hati, dan daging. "Jadi, sumber hewani tidak harus mahal. Anak bisa diberi telur, hati ayam, dan berbagai jenis ikan lokal yang harganya relatif terjangkau," pungkasnya.

Pada kesempatan sama, Ketua Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) Indonesia, Prof Hardinsyah, mengatakan kesadaran untuk melek gizi perlu mulai diperkenalkan pada calon pengantin. Sebelum menikah, calon pengantin menjalani edukasi prapernikahan.

"Pengetahuan tentang nutrisi untuk mencegah stunting bisa disisipkan dalam sesi tersebut agar kelak ketika sudah menjadi orangtua bisa memberikan gizi yang cukup untuk anak-anaknya," katanya. (H-2)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/wrHvDk
*-*
Share this article :

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat Berita lainnya