MENIKMATI BUKU DALAM BAHASA GAMBAR


Lewat akun Instagram-nya, Sesti Kusmayati, 28, mengunggah foto proses mewarnai buku yang sedang ditekuninya. ‘Sengaja unggah foto yang belum selesai karena prosesnya lebih penting’, tulisnya santai. Dia tidak mengikuti kebiasaan netizen lainnya yang memilih memamerkan foto hasil mewarnai yang sudah tuntas.



Setelah demam swafoto yang banyak membanjiri media sosial, kini foto buku mewarnai untuk orang dewasa memang menjadi tren baru. Tersebarlah foto beberapa gambar yang sama dengan perpaduan warna yang berlainan.

Sebenarnya tren buku mewarnai sudah lebih dulu meluas di luar negeri sejak dua tahun lalu. Namun, baru sejak Juni 2015, virus mewarnai untuk kalangan dewasa tersebar di Indonesia seiring dengan beberapa penerbit yang mulai menghadirkan pilihan buku mewarnai untuk orang dewasa. 


Johanna Basford dikenal sebagai pelopor tren mewarnai segala usia. Gramedia Pustaka Utama membeli hak cipta bukunya yang berjudul Secretret Garden dan membuat buku itu bisa dibeli di Tanah Air. Sebelum buku mewarnai untuk dewasa dijual di Indonesia, beberapa penikmatnya bahkan sampai membeli langsung dari negara asalnya.



Buku mewarnai untuk dewasa berdesain gambar lebih rinci dan terbilang rumit. Uniknya kegiatan mewarnai di kalangan dewasa ini diklaim ampuh untuk menangkal stres. Beberapa komunitas yang peduli pada kesehatan mental, seperti Komunitas Gethappy, ikut mempromosikan kegiatan mewarnai.



Amandani Hastari, 27, seorang ibu dari satu orang anak yang sesekali menggunakan waktu istirahatnya dengan mewarnai. Saat anaknya sudah tidur, dia menyibukkan diri dengan mewarnai. Oktober lalu, dia sengaja membeli satu buku mewarnai karena merasa jenuh, membutuhkan pengalihan fokus. “Saya membutuhkan terapi, lalu tahu ada terapi warna dan memang suka gambar-gambar,” katanya.

Lantas berhasilkah misi Amandani lewat mewarnai? Dia mengaku sebenarnya gambar yang penuh dengan detail malah bisa membuat stres karena harus mewarnai bidang yang kecil.

Kalau tidak ditopang dengan alat mewarnai yang bagus, dia merasa kurang semangat karena bisa mengurangi kualitas gambar dan itu memperburuk suasana hatinya.

Dalam acara talkshow Tren Buku Mewarnai dan Manfaatnya sebagai Antistres di Gramedia Central Park, Jakarta, Sabtu (16/1) lalu, psikolog Agatha Novi Ardhiati menyatakan manfaat mewarnai itu terkait dengan fokus.

“Ketika seseorang sedang ada masalah, saat mewarnai fokusnya akan tertuju pada kegiatan yang sedang ia lakukan, sejenak melupakan masalah-masalahnya.” Setelah merasa lebih rileks karena senang dengan serunya mewarnai, ketika kembali dihadapkan dengan masalah, pikirannya bisa lebih jernih mencari jalan keluar.

Hal itu dirasakan Dini Afi andri, 29, yang seharihari berprofesi sebagai penulis . Dia mulai awalnya mengetahui buku mewarnai untuk dewasa lewat media sosial seorang temannya. Suatu hari dia melihat di toko buku dan tertarik karena gambargambarnya terbilang rumit yang memancingnya membayangkan warna yang dipikirnya akan cocok untuk setiap gambar. 

“Ini rasanya membantu mengurangi stres soalnya bisa fokus memilih warna dan mewarnai sampai berjam-jam, terus puas dan senang lihat hasilnya,” simpulnya. Perkembangan Stres di pekerjaan, waktu yang dihabiskan sia-sia di jalan, kemacetan yang harus dilalui demi ke lokasi wisata, semua itu diyakini Tria menjadi pendorong merebaknya tren buku mewarnai di kalangan dewasa Indonesia. Bersama Khalezza, dia digandeng Penerbit Renebook untuk membuat buku mewarnai sejak Juni 2015.

Bersama penerbit, mereka kemudian menggagas Komuni tas Tabrak Warna di media sosial sebagai wadah bagi orang dewasa yang suka mewarnai.

Kini pengikut mereka di Instagram sudah 9.000. Tak hanya di Jakarta, Komunitas Tabrak Warna juga ada di Malang, Surabaya, Bandung, Lampung, Pekanbaru, dan Yogyakarta.

Mereka menyebar virus mewarnai lewat berbagai kegiatan di car free day, kampus, bahkan ajang peng galangan dana. “Mewarnai ialah aktivitas sederhana, mudah, dan murah yang dapat menjadi teman untuk mengisi time,“ pikir Tria.

Meski banyak aplikasi mewarnai, format buku mewarnai bisa menghadirkan sensasi yang lain. Buku yang disusun ilustrator pada akhirnya bukan karya ilustra tor itu, melainkan karya si pemilik buku, orang yang mewarnainya. Nilai plusnya buku mewarnai bisa disimpan dan dikenang.

Indonesia tampaknya baru di tahap awal dalam tren mewarnai untuk orang dewasa. Namun, kini semakin lazim pula lomba mewarnai untuk dewasa, bukan sekadar untuk anak-anak.

Gramedia Pustaka Utama (GPU) sudah menerbitkan 12 judul buku mewarnai. Tak hanya karya ilustrator luar negeri, sebagian di antaranya juga karya ilustrator lokal. Dini selaku editor buku mewarnai di GPU mengatakan pihaknya akan mendorong lebih banyak ilustrator lokal untuk membuat buku mewarnai.

“Kita menerbitkan edisi kartu pos mewarnai dan buku mewarnai ukuran travel yang lebih nyaman dibawa untuk saat bepergian“ ujarnya menegaskan ke depan perkembangan tren mewarnai ini masih panjang.(Her/M-2)

Sumber : Media Indonesia.
Share this article :

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat Berita lainnya