ANGKA KEKERASAN PADA PEREMPUAN MASIH TINGGI
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat angka kekerasan yang terjadi pada perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan angka sangat tinggi terjadi antara tahun 2011-2012 yang mencapai hingga 35%. Di tahun 2015 jumlah kasus kekerasan kembali meningkat sebesar 9% dari tahun 2014.
Angka kekerasan terhadap perempuan (KtP) yang tercatat dalam Catahu ini merupakan kasus-kasus yang dilaporkan, baik oleh korban sendiri maupun keluarga atau pun masyarakat sekitarnya.
“Catahu 2016 yang berhasil diterbitkan ini atas kerjasama dengan sejumlah lembaga mitra pengada layanan di berbagai wilayah di Indonesia, maupun pengaduan langsung kepada Komnas Perempuan,” ungkap Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan Indraswari, di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Senin (7/3).
Komnas Perempuan kemudian membagi persoalan KtP menjadi tiga ranah, yakni ranah personal, ranah komunitas, dan ranah negara.
Berdasarkan jumlah kasus yang telah diterima dan diolah, sebanyak 321.752 jenis kasus KtP yang paling menonjol ialah kekerasan yang terjadi di ranah personal. Oleh karena itu, terjadi kenaikan data kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Di tahun 2015, kekerasan seksual berada pada tingkat ketiga. Namun di tahun ini berada di peringkat kedua, yaitu dalam bentuk perkosaan sebanyak 72% atau 2.399 kasus. Sedangkan dalam bentuk pencabulan sebanyak 18% atau 601 kasus, dan pelecehan seksual sebesar 5% atau 166 kasus.
“Kasus-kasus ini hanya yang dilaporkan saja, dugaan saya masih banyak lagi tingkat kekerasan terhadap perempuan yang tidak terlaporkan. Meningkatnya angka ini karena adanya kesadaran masyarakat untuk melapor,” lanjtunya.
Diketahui sebanyak 31% atau 5.002 kasus yang dilaporkan dalam ranah komunitas. Jenis KtP tertinggi dalam ranah ini ialah kekerasan seksual, sama seperti data pada tahun 2013-2014 yakni sebesar 61%.
Sementara di tahun ini, bentuk kekerasan yang ditemukan ialah pemerkosaan sebanyak 1.657 kasus, pencabulan sebanyak 1.064 kasus, pelecehan seksual dengan 268 kasus, kekerasan seksual lain sebesar 140 kasus, melarikan anak perempuan sebanyak 49 kasus, dan percobaan perkosaan sebanyak 6 kasus.
Dengan kata lain, tindakan KtP pada tahun ini semakin meluas dan bervariasi. Tidak hanya tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) saja namun juga tindak kekerasan lainnya.
Sedangkan pada ranah negara yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, ditemukan adanya 8 kasus diantaranya adalah 2 kasus pemalsuan akta nikah yang dilaporkan di Jawa Barat dan 6 kasus lainnya yang dilaporkan di Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti kasus trafficking.
Dari 1.099 kasus yang masuk ke UPR dan Divisi Pemantauan Komnas Perempuan, angka tertinggi ada pada kasus KDRT yang mencapai hingga 889 kasus atau 81%. Disertai dengan adanya 71 kasus pernikahan yang tidak tercatat secara hukum dan 80 kasus poligami.
Namun, minimnya perlindungan hukum dinilai Komnas Perempuan sebagai salah satu alasan sulitnya aparat penegak hukum menangani kasus pernikahan yang tidak tercatat ini.
Melihat banyaknya tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan yang disertai dengan meningkatnya jumlah kasus, Yuniyanti Chuzaifah, Wakil Ketua Komnas Perempuan menilai bahwa negara perlu hadir untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan baik dalam ranah personal, komunitas maupun negara.
“Presiden harus memastikan pakta integritas HAM dan gender yang dimiliki oleh pejabat publik agar pensikapan publik maupun inisiatif yang dikembangkan di lembaga yang mereka pimpin selaras dengan semangat anti diskriminasi dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan,” ungkap Yuni.
Ia pun mendorong DPR RI untuk membuat UU Perlindungan terhadap perempuan, antara lain seperti UU Penghapusan Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Perlindungan buruh migrant dengan mengacu pada prinsip HAM perempuan, melakukan revisi KUHP dan KUHAP untuk menghentikan impunitas pelaku kekerasan terhadap perempuan serta revisi UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang lebih komprehensif. (OL-1)
Sumber : Media Indonesia. >