MENGGAPAI MIMPI LEWAT PANGGUNG JFW


Fenomena alam yang menghasilkan kecantikan cahaya berwarna-warni, meliuk-liuk di atas langit lapisan hemisphere utara itu rupanya bukan hanya indah jika dilihat di kutub. Di Jakarta Fashion Week (JFW) 2017 yang berlangsung Senin (23/10), berjudul Northern Kaleidoscope yang digagas Putri Nugreni Jelita, desainer muda yang masih kuliah semester 6 Lasalle Collage Jakarta, menawarkan looks yang terinspirasi oleh cahaya indah aurora borealis yang sedap dipandang bahkan dipakai.

Pada desain bajunya, ia menggunakan konsep aurora borealis untuk siluet, sedangkan detail terinspirasi oleh pemandangan indah kaca patri, rose window di gereja Eropa. Putri berbagi cerita di balik kesuksesannya menampilkan rancangan-rancangannya di panggung JFW, panggung mode tahunan terbesar di Indonesia.

Bagaimana ceritanya desain bajumu bisa masuk ke JFW 2017?Sebenarnya ini merupakan tugas akhir semester 5 di Lasalle College Jakarta. Memang tiap tahun kampusku berpartisipasi tampil di JFW. Ya, sebelumnya diseleksi dosen dan tiba-tiba aku dapat kabar kalau aku dapat selot tampil di JFW. Aku salah satu dari sembilan mahasiswa Lasalle yang beruntung. Tentunya kaget, soalnya desain teman-temanku lebih banyak yang bagus, menurutku mereka lebih keren. Enggak ada bayangan masuk ke situ, kayak impian itu terlalu tinggi gitu.

Konsep desainmu?
Judulnya Northern Kaleidoscope, terinspirasi oleh fenomena alam aurora borealis, yakni tumpukan gradasi cahaya di langit yang aku saksikan sendiri sewaktu SMP kelas 1 di Iceland atau Islandia. Lalu dikombinasikan dengan kacapatri yang ada di gereja Eropa untuk detailnya.

Ada berapa looks?
Dalam koleksi ini aku menampilkan lima looks. Sebelumnya dosenku memang mengharuskan mendesain 50 dalam satu koleksi, tapi kemudian dipilih lima terbaik. Kelima desainnya bentuknya gaun karena saat aku cari seluk beluknya aurora adalah sesuatu yang elegan. Warna-warnanya aku sesuaikan dengan gradasi, ada pink, ungu, terus lama-lama jadi tosca dan biru. Aku keluarin baju ke penontonnya pun begitu sesuai dengan gradasinya.

Berapa lama persiapannya?
Jadi aku ngerjain di semester 5, sedangkan satu semester itu tiga bulan, jadi prosesnya dalam tiga bulan itu. Langsung buat ini. Satu setengah bulan untuk konsepnya, lalu diseleksi dosen, satu setengah bulan lagi untuk jadikan baju.

Tantangan yang kamu hadapi?
Aku kan juga lagi kuliah semester akhir, lagi sibuk ngurusin skipsi dan magang juga. Untungnya baju ini kan sudah selesai, paling detailnya yang ditambahin dikit. Di belakang layar juga begitu, saat show JFW durasinya cepat banget, apalagi harus gantian dengan temanku.

Katanya kamu yang menjahit bajunya sendiri?
Aku memang menjahitnya sendiri. Jadi memang kampusku itu punya prinsip enggak boleh dibantu sama orang lain sama sekali. Dari pola, cari bahan, potong bahan sampai hasil jadi itu aku sendiri. Jadi beberapa malam enggak tidur, yang harusnya Sabtu jalan sama teman enggak jadi, benar-benar harus maksimal ngerjainnya.

Mengaplikasikan desain jadi baju juga susah-susah gampang sih, soalnya warna bahannya harus pas. Aku juga sempat kehabisan bahan tulle dan susah carinya. Untuk tumpukan tulle juga jadi tantangan, ini kan bentuknya melingkar dan harus dijahit satu per satu. Dalam satu baju ini ada sekitar 280 potongan tulle.

Dari pergelaran JFW itu sudahkah ada pihak yang ingin membeli?
Belum sih, tapi dari kemarin banyak banget yang mau endorse. Mamaku belum bolehin gitu karena bajunya mau dipakai buat wisuda, takut rusak. Kemarin kejadian juga, dipinjam orang tapi saat dibalikin itu zonk, bajunya dicuci di tempat yang enggak bagus. Bahannya berkerut dan payetnya juga lepas.

Aku juga sempat marah-marah karena itu kan hasil karyaku, jahitnya juga setengah mati, tapi akhirnya dia mau untuk bantuin cari solusinya. Jadi setelah itu ada yang mau endorse atau pinjam, aku cancel dulu. Nanti dululah setelah wisuda, ini juga mau difoto untuk portofolio kerja.

Bentuk dukungan orangtua?
Mendukung sekali karena mamaku Elizabeth sudah lama ngerintis punya butik, namanya Inne Boutique tapi belum bisa tembus JFW kan, bahkan aku baru 2 tahun sekolah desain langsung bisa masuk JFW. Mamaku sendiri belajar desain autodidak. Jadi pas aku masuk kuliah, mamaku belajar dari aku, juga sebaliknya.

Katanya sempat magang juga ya?
Aku magang di Danjyo Hiyoji, brand desain yang terkenal juga. Mereka sih cukup mengapresiasi, men-support dan ikut senang juga, tapi karena mereka pun harus tampil di JFW dalam empat show, mereka enggak bisa nonton.

Ada rencana buat jual karyamu?
Iya, tapi aku belum nentuin harganya karena takut kemahalan. Ini kan hasil karya aku sendiri, pengerjaannya juga rumit. Mungkin aku akan hargai Rp7 juta-Rp8 juta karena payetannya pakai swarovski yang lumayan mahal karena aku ingin kelihatan mengilat gitu.

Agenda kamu ke depan?
Menurutku ini seperti batu loncatan, aku yang baru dan belum dikenal orang. Harapannya orang-orang lebih tahu dan saat aku kerja, orang sudah pada tahu aku pernah masuk di JFW. Punya namalah seenggaknya. Ke depannya, aku mau kelarin dulu kuliah, nanti kalau ada yang mau bajunya, aku akan buka open preorder di Instagram dan buka butik sendiri. (M-1)

Penulis: Suryani Wandari
Sumber: Media Indonesia
Share this article :

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat Berita lainnya