Saat pertama mengunjungi Western Sydney University, Februari 2012. Saya ke perpustakaannya dan menemukan buku semacam ensiklopedia yang berjudul Indonesian Heritage.
Pada halaman pertama buku itu termuat foto Rimpu, pakaian tradisional perempuan Bima. Yang unik dari pakaian ini bahwa cara memakai rimpu menunjukkan identitas perempuan. Kalau wajahnya ditampakkan berarti perempuan tersebut sudah menikah, kalau tertutup artinya masih gadis.
Sejujurnya, saya baru malam ini mencoba memakai rimpu dan ternyata beberapa model memakai hijab yang sedang trend sekarang mirip dg cara memakai rimpu.
Dengan rimpu saya merasa menjadi perempuan Bima sejati yang bangga akan tradisinya. Intinya, apa yang kita anggap baru dan modern sebenarnya punya akar pada yang lama dan tradisional.
Apakah ini salah satu ekspresi Islam Nusantara? Memakai sarung tenunan tangan yang berwarna warni untuk tampil sederhana menurup aurat dan rendah hati tetapi juga menawan dan menyejukkan mata.
RIMPU: Bimanese Women's Identity
It was in the very first day of my PhD journey, I visited university library at Western Sydney University, I found a book, kind of encyclopedia, called: Indonesian Heritage.
I found the following picture in the first page of the book and Iam so proud. Yah, it is about Rimpu, traditional cloth of Bimanese women. What unique about this is that the way they wear Rimpu identifies their identity. With the face exposed, means the woman is married, while covered face means unmarried woman.
And to be honest, I just try to wear this tonight, and actually, many styles of wearing hijab nowadays resembles Rimpu. With Rimpu, I found myself as a real-proud-beautiful Bimanese woman. After all, what we think new and modern actually has its root in the old and traditional practice.
Is this an expression of Islam Nusantara? Colourful hand-woven sarong used for modest and humble but stunning and startling women's appearance.
Penulis : Atun Wardatun
