PEROMBAKAN BESAR PENDIDIKAN PERLU KAJIAN MENDALAM

Wwacana perombakan porsi pendidikan bagi sekolah dasar dan menengah dianggap sebagai hal yang akan berdampak baik bagi sistem pembelajaran siswa. Namun, hal itu juga harus dilakukan dengan persiapan matang dan terlebih dulu melalui kajian yang mendalam.

Pengamat Pendidikan Doni Koesoema mengatakan, jumlah mata pelajaran di SD dan SMP selama ini memang cenderung terlalu banyak. Hal tersebut berpotensi membebani siswa. Wacana perombakan porsi mata pelajaran menjadi salah satu yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

"Pemerintah kalau memang mau melakukan perombakan, juga harus terlebih dulu mengkaji dampak dan model alternatif yang akan diterapkan nantinya," ujar Doni di Jakarta, Minggu (16/10).

Dikatakan Doni, alternatif yang dipilih nantinya harus membuat proses pembelajaran menjadi lebih sesuai dengan tahap perkembangan anak. Selama ini, kurikulum SD dan SMP banyak mengandung ilmu pengetahuan yang tidak sesuai dengan tahapan pengetahuan yang seharusnya diberi pada usia sekolah dasar dan menengah.

"Selain itu, kalau mata pelajaran dikurangi, juga perlu dikaji bagaimana dengan solusi para guru. Kalau ini berlaku jangka panjang perlu dikaji kebijakan kurikulum di LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) universitas," ungkap Doni.

Selain itu, lanjut dia, mengurangi jumlah mata pelajaran membutuhkan analisis kompleksitas. Pengurangan mata pelajaran harus diimbangi dengan konsep pembentukan karakter yang jelas.

"Perubahan besar seperti ini membutuhkan persiapan dan analisis yang menyeluruh, dilakukan objektif, dan terbuka," ungkap Doni.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan Presiden Joko Widodo menghendaki adanya perombakan besar-besaran di bidang pendidikan. Pernyataan itu dikemukakan Muhadjir dalam acara penganugerahan Kawastara Prawita kepada pemerintah daerah dan yayasan yang memiliki komitmen tinggi menyelenggarakan Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (PPCKS) di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (15/10).

Menurut Mendikbud, Presiden Jokowi mengamanatkan kepadanya untuk membangun pendidikan yang kuat dan berkarakter. Pembangunan karakter itu difokuskan pada jenjang SD dan SMP.

"Kalau memungkinkan nanti pelajaran di SD dan SMP akan dikurangi. Sekarang sedang dikaji," katanya.

Sesuai platform Nawacita, lanjut Muhadjir, porsi pelajaran pada jenjang SD sebesar 30%, sisanya adalah untuk pendidikan karakter. Sementara untuk SMP pelajaran 40%, dan 60% pendidikan karakter. Pendidikan karakter tersebut, menurut dia, dalam pelaksanaannya tidak perlu diseragamkan karena yang ditekankan ialah membangkitkan kearifan lokal. Sehingga bentuk pendidikan karakter di setiap daerah akan berbeda-beda.

Dalam kesempatan itu, Muhadjir juga mengemukakan wacana untuk mewajibkan para guru berada di sekolah selama jam kerja. Utamanya para guru yang sudah berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan swasta yang sudah mendapatkan tunjangan profesi.

Para guru juga tidak diperbolehkan menyuruh anak-anak kembali ke sekolah setelah jam pulang sekolah. Ini supaya anak-anak bisa menikmati waktu dan mendapatkan pendidikan dari keluarganya. (OL-4)

Penulis : Putri Rosmalia Octaviyani
Media Indonesia
Share this article :

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat Berita lainnya