ANAK TERLAMBAT BICARA, TANGANI SEGERA


ANAK usia satu tahun seharusnya sudah bisa mengucap setidaknya satu kata. Kata yang dimaksud bukan yang berbentuk pengulangan seperti mama atau papa. Selanjutnya, setiap bulan kosa kata anak akan bertambah minimal satu kata. Hingga di usia dua tahun, normalnya anak sudah bisa menyusun kalimat yang minimal terdiri dari dua kata. 


Jika di usia tersebut anak belum mampu menunjukkan kemampuan berbicara seperti itu, sebaiknya periksakan segera ke psikiater anak. Jangan menunda-nunda. Siapa tahu, keterlambatan bicara yang dialami anak merupakan gejala dari gangguan serius seperti autisme dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

"Masih ada orangtua yang berpendapat, 'Ah, biarin saja nanti lama-lama juga bisa ngomong sendiri'. Itu tidak sepenuhnya benar. Harus diingat bahwa setiap perkembangan anak ada periodenya yang bila terlewatkan sulit untuk dikejar kembali. Pun demikian dengan perkembangan kemampuan bicaranya," ujar psikiater anak dan remaja dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI)-Puri Indah Jakarta, Gitayanti Hadisukanto, dalam diskusi media di Jakarta beberapa waktu lalu. 

Ia menjelaskan, setiap perkembangan kemampuan anak akan diiringi dengan pembentukan sinaps atau sirkuit di otak. "Makin banyak stimulasi diberikan pada anak, makin banyak sinaps yang terbentuk. Setelah anak berusia tiga tahun, akselerasi pembentukan sinaps akan menurun. Setelah anak berusia 6 tahun, grafiknya relatif flat. Jadi, kalau di usia 6-7 tahun anak masih belum bisa bicara, sulit untuk diterapi," jelasnya.

Ia mengungkapkan, keterlambatan bicara pada anak ada beberapa jenis, antara lain gangguan berbahasa ekspresif. Anak yang mengalami gangguan itu memahami perkataan orang lain tapi sulit berbicara. Mereka sulit mengekspresikan keinginan atau maksud hati dengan kata-kata. 

Selain itu, ada pula gangguan berbahasa reseptif, yakni kesulitan dalam memahami perkataan orang lain. Umumnya, kemampuan berbahasa ekspresifnya juga terganggu. Menurut Gitayanti, kedua jenis gangguan tersebut bisa muncul karena anak kurang mendapat stimulasi bicara. "Sejak janin berusia 7 bulan, ia sudah bisa mendengar. Orangtua sebaiknya mulai mengajaknya ngobrol," katanya.

Stimulasi dengan obrolan itu perlu diteruskan hingga bayi lahir. Selanjutnya, ketika anak sudah bisa bermain, stimulasi bisa diberikan lewat obrolan dalam permainan. "Orangtua perlu terlibat dalam permainan, bukan sekadar menemani anak bermain," imbuhnya. 

Gangguan berbahasa ekspresif dan reseptif, lanjut Gitayanti, bisa diatasi dengan terapi wicara. Namun, jika gangguan tersebut ternyata merupakan gejala dari autisme atau ADHD, terapi wicara saja tidak cukup. 

Diperlukan terapi lain, termasuk obat-obatan. "Jadi, jika anak terlambat bicara sebaiknya periksakan untuk memastikan penyebabnya. Semakin dini diterapi, hasilnya semakin baik," tutup Gitayanti. (Nik/H-2)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/UokkW2
***
Share this article :

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat Berita lainnya