WASPADA OBESITAS PADA ANAK


OBESITAS atau Kelebihan berat badan berdampak buruk terhadap tumbuh kembang anak, terutama dalam aspek kesehatan fisik dan psikososial. Obesitas pada anak juga sangat berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa yang berpotensi menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama diabetes melitus bahkan kematian. 


Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, di Indonesia sebanyak 18,8% anak usia 5 tahun hingga 12 tahun mengalami kelebihan berat badan dan 10,8% menderita obesitas. Kondisi tersebut memprihatinkan. Dr Rita Ramayulis dari Tim Komite Ahli Pengendalian Obesitas Tingkat Nasional mengatakan, meski obesitas yang diderita anak mirip dengan orang dewasa, pengukuran obesitas untuk anak-anak harus juga mempertimbangkan faktor usianya sebab beda usia bulan saja, poin mereka berbeda.

Ia menyebutkan, pada penderita obesitas dewasa, penanganannya bisa dilakukan dengan langsung mengurangi makanan mereka. Namun, pada-anak-anak karena tengah dalam masa pertumbuhan, tidak bisa dilakukan dengan mengurangi makanan atau menghentikannya. "Orangtua perlu melakukan 3M (move, model, dan meet) sebagai pendekatan pada anak dalam membatasi asupan makanannya," kata Rita, baru-baru ini. 

Ciri-ciri gejala klinis fisik obesitas pada anak, ujarnya, lemaknya terus bertambah sehingga bentuk pipinya menjadi gembil. Wajahnya juga membulat dan memiliki dagu dobel. Selain itu, perutnya membuncit, dan pada saat duduk akan terlihat ada lipatannya. Kemudian, ketika berjalan, paha kanan dan kiri akan bergesekan dan lama-kelamaan akan menghitam.

Menurut Rita, obesitas pada anak laki-laki akan terlihat di bagian dada atau payudaranya yang membesar. Selain itu, ukuran penisnya terlihat mengecil karena timbunan lemak yang membuat daerah kemaluan merapat, sedangkan pada anak perempuan, obesitas bisa menyebabkan menstruasi yang lebih awal, yakni pada usia sembilan tahun. 

Untuk mengantisipasi terjadinya obesitas pada anak, Rita menganjurkan kepada orangtua agar mengenalkan anak pada sayuran sejak dini sehingga mereka terbiasa menyukai mengonsumsi sayuran sampai kelak dewasa.

Ia juga menganjurkan pengaturan pola makan, yakni dengan cara mengurangi makananan yang digoreng dan menggantinya dengan makanan yang diolah tanpa minyak atau mengandung sedikit minyak. Para orangtua sebaiknya memilih protein rendah lemak untuk anak-anak dan tidak mengonsumsi protein tinggi lemak. 

Selain itu, mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang manis, mengurangi takaran gula dalam makan dan minum, sekaligus membiasakan mengonsumsi buah untuk mengganti rasa manis. "Setiap makan usahakan ada sayur dan buah. Utamakan memilih buah untuk makan selingan. Buah dalam keadaan utuh sangat dianjurkan dan tidak menambahkan gula pada jus," ujar Rita.

Olahraga

Sementara itu, dr Michael Triangto SpKO menganjurkan, untuk mencegah obesitas pada anak dengan memberikan keterampilan dasar olahraga sejak dini. Namun, Olahraga yang dilakukan tidak sampai berlebihan karena dapat meningkatkan kontra produktif, yakni terlalu lapar. "Aktivitas fisik untuk menurunkan berat badan tidak harus berat, tidak membayar, dan pastikan dapat dilakukan di mana saja," katanya. 

Aktivitas aerobik dan latihan beban dapat meningkatkan jumlah dan fungsi mitochondria. Namun, dalam berolahraga juga harus selalu menyesuaikan tingkat kemampuan dan kesehatan individu agar tidak terlalu berat dan kesulitan. "Bila terlalu lapar, pola makan menjadi tidak teratur," Ujar Michael. (*/H-2)

Sumber: Media Indonesia
https://goo.gl/veZ6FH
**


Share this article :

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat Berita lainnya